Belajar Dari Mail Upin dan Ipin

Salah satu tontonan saya setiap sore adalah serial Upin dan Ipin yang disiarkan oleh MNC TV! Bagi saya, di tengah merebaknya tontonan tak mendidik seperti sinetron dan kawan-kawannya, serial Upin dan Ipin menjadi pembeda. Ia menjadi seperti seember air dingin di tengah sahara yang menyengat ganas (ini lebay banget!). 

Jika kebanyak sinetron menjual adegan mesra, konflik menantu dan mertua, hingga rebutan harta, serial Upin dan Ipin tidak. Mereka tetap konsisten pada nilai-nilai kebaikan yang seharusnya ditanamkan kepada anak-anak: rajin belajar, ayo gemar memakan buah dan sayur, membantu teman, saling menghormati dan menghargai. Serial Upin dan Ipin semakin menarik karena hampir di setiap serinya ada adegan yang konyol, menggelitik, dan lucu. Maka tak jarang saya tersenyum sendirian, tertawa ringan, dan terhibur. 

Dan setelah menyaksikan banyak episode mereka, saya sampai pada sebuah perenungan yang dangkal (soalnya kalau dalam, saya takut tenggelam). Ada satu tokoh pada serial Upin dan Ipin yang menurut saya keren. Siapa dia? 

Mail! Ya, Mail!

Dia adalah salah satu teman Upin dan Ipin. Rambutnya belah tengah dengan warna kulit yang agak sedikit gelap. Ketika sedang ramai kasus Haji Lulung, karakter Mail ini pernah disandingkan dengan poto Haji Lulung. Katanya sih, mereka berdua mirip. 

Apa yang menarik dari karakter Mail? Bagi yang jeli dan sering menyaksikan seriap Upin dan Ipin, pasti tahu dong, kalau Mail ini gemar sekali berjualan. Apa saja dijualnya. Kadang ayam goreng, tak jarang juga buah-buahan dan makanan olahan orang tuanya. "Dua seringgit! Dua seringgit!" begitu kalimat yang sering diucapkannya. 

Disitulah menariknya. Mail mengajarkan kepada kita bahwa sudah selayaknya, setiap orang bisa mandiri sejak usia dini. Kita tidak bisa berpangku tangan saja. Tidak boleh hanya meminta kepada orang tua. Kita harus segera berpikir untuk menghasilkan uang dari kerja keras, usaha dan doa. Apalagi di tengah perekonomian yang tak jelas ini, kemandirian finansial menjadi penting dan harus segera dicapai. 

Kita harus seperti Mail, mampu melihat peluang dan mengubahnya menjadi uang. Jika kalian mahasiswa, kalian bisa berjualan apa saja: kaos kaki, baju kemeja dan celana, sepatu, bahkan menjadi kurir fotokopi seperti yang teman saya lakukan. Kalian juga bisa berjualan pulsa, jualan ebook, atau apa saja. Berpikirlah untuk menjadi kreatif dan berdiri pada kaki sendiri. 

Belajarlah pada Mail, yang walaupun setiap kali jualan selalu diejek oleh teman-teman yang lain, ia tak pernah menyerah dan akan tetap berjualan. Berjualan adalah cara halal, tidak dilarang oleh agama dan norma. Maka jalankan saja dan tak perlu malu-malu. Justru, yang selayaknya malu adalah mereka yang terus-menerus meminta tanpa pernah mau berusaha. 

Demikian 

Komentar

Postingan Populer